Kalimat- kalimat itu sungguh menunjukkan kekecewaan.
Sangat bisa dipahami! Siapa sih yang tidak kecewa jika peluang rejekinya merasa diserobot rekan bisnis kita ? Tanpa konfirmasi.!! Caranya pun sedikit kasar main belakang dan tanpa konfirmasi… Kalo mau diperkarakan pun mungkin bisa menang. Karena dia sebut saja si A melakukan hal yang secara aturan perusahaan nyata2 dilarang…. huff!!
Dalam hatimu tentu berkecamuk. Banyak hal ingin kau lakukan untuk meluapkan rasa kecewa itu. Melaporkan? Memutuskan hubungan kerjasama? Atau bahkan memutuskan hubungan silaturahim?…. Eits tunggu dulu ? Perlukah?
Apalagi dengan alasan untuk memberikan pembelajaran padanya…biar kapok..? duh duh..:(
Memang sulit untuk menahan diri jika kasus seperti ini terjadi secara akumulatif…terus terusan! Karakter si A yang terkadang childish sering sulit ditolerir memang. Tapi….
Harus kah kita memberi peringatan yang frontal agar dirinya jera? Trus bagaimana efek balik tindakan kita? Apakah sudah dipertimbangkan??
Apakah setelahnya kita merasa nyaman? Hepi? Akankah kesuksesan jadi ditangan kita?.
Sudahkah kita renungkan, mengapa si A tega melakukan hal itu: merebut rejeki yang mustinya didapat? (menurutmu) .
Pernahkah terfikir kalau sebenarnya diapun memiliki pikiran yang sama?
Dia pun merasa lahannya sudah direbut,hingga diambilnya jalan pintas itu? Siapa tahu dalam kasus ini kita pun punya kesalahan yang tidak kita sadari dan si A mampu melihatnya.Bukankah itu bisa jadi alasan mengapa si A melakukan tindakan itu.?
Sadarkah bahwa penyakit hati semacam ini hanyalah akan merugikanmu? Berfikirlah positif misalnya: “memang itu bukan rejeki untukmu?”
Masihkah belum percaya? Bahwa Allah akan memberikannya di jalan yang tak akan disangka2 ?
Mengapa tidak meyakini bahwa itu ujian keikhlasan dan kesabaran kita…dan berharaplah padaNya akan balasannya… Bukankah ridho Allah yang kita cari?
Mengapa musti lupa…bahwa dalam perniagaan itu ada aturan yang tidak boleh dilanggar secara syar’i… Cobalah lihat lagi… Sudah syar’i kah cara kita?
Bisa jadi justru Allah tengah melindungi kita dari tindakan yang salah. Bisa jadi sebelumnya kita pernah lalai dan melakukan kesalahan? Dan melalui tangan si A kita diingatkan bukan?
Mengembalikan semua perkara pada diri kita adalah salah satu cara agar kita bisa berfikir positif dan menghindarkan kita thd tindakan yang akan kita sesali kemudian..
Duh!! ayolah jangan dikotori niatan yang bersih dengan hal hal yang tidak kekal itu…
Anggaplah memang itu bukan rejeki mu dan belum tentu itu rejeki si A juga kan?
Jangan pernah lupa Siapa yang menggerakkan hati hati kita…. !
Mari bersihkan hati ini dari hal hal yang tidak penting itu…. Jangan digenggam urusan duniawi terlalu kuat… Hingga lupa urusan akhirat…
Ingin maju dan berkembang dalam segala hal… Jika kita tidak menjaga kemurnian prinsip hidup kita tentu bukan kebaikan dan keberhasilan yang kita peroleh… Kenapa? Bukankah itu berarti kita sudah di kalahkah oleh hawa nafsu kita saja?….
Dalam berinteraksi tentu yang diharapkan adalah keharmonisan suatu hubungan. Bisa kah hal itu diraih?? Kuncinya adalah Kematangan Emosi . Seseorang dikatakan memiliki kematangan emosi jika mampu :
Berpikir positif dalam menghadapi masalah apapun
Mampu memahami karakter orang lain sebagai fitrah
Siap berkorban untuk orang lain demi menjaganya
Dan mampu menilai tingkat kematangan diri sendiri (Introspeksi)
Seandainya dirimu sudah memiliki point- point diatas . Tak perlu lagi ungkapan isi hati seperti itu kau tuliskan bukan. Selalu positif dalam melihat segala hal… Menjadi sangat penting saat kita menghadapi ujian dalam hidup… Semoga dimudahkan urusan kita…
Note:mungkin tulisan ini agak tidak jelas… karena hanya sekedar meluapkan isi hati setelah membaca tulisan yang di ketik berlembar lembar titipan si B untuk kami serahkan si A (atas izin si B kami membacanya dulu sebelum diserahkan) … sungguh… seperti terjebak antara amanah harus menyampaikan dan ingin membuangnya ..huff…